Rabu, 01 Juni 2011

POKOK-POKOK KEBIJAKAN DALAM MENGHADAPI KRISIS GLOBAL

Sejak tahun 2008 meledak krisis balon derivatif keuangan di AS yang demikian besar dan demikian dahsyatnya, sehingga seluruh dunia sekarang ini sedang mengalami proses yang menyakitkan dan sangat tidak menentu. Kondisi ekonomi Indonesia seperti yang tergambarkan di atas tentu tidak dapat menghadapinya dengan mantab, karena tidak ada dana, Kecuali itu, rupanya kondisi keuangan negara juga jauh lebih parah daripada yang diketahui oleh masyarakat. Maka tindakan-tindakannya hanya sporadis dan compang-camping. Mari kita telusuri sebagai berikut.

Rp. 60 trilyun APBN 2008 tidak dapat diserap yang berarti kontraktif. Tapi digembar-gemborkan tahun 2009 akan ada stimulus fiskal Rp. 73,1 trilyun, yang per saldo hanya Rp. 13,1 trilyun saja atau US$ 1,062 milyar (kurs Rp 12.000 per dollar AS). Ini hanya 0,19% saja dari PDB yang Rp. 7.000 trilyun. Katanya akan bisa dicapai macam macam. 

AS yang jumlah stimuls fiskalnya hampir 10% dari PDB-nya, Presiden Obama ngomongnya tidak sesombong Tim Ekonomi kita. Dengan jumlah stimulus fiskal sebesar US$ 900 milyar, Presiden Obama hanya berani mengatakan akan menciptakan lapangan kerja sebanyak 3 sampai 4 juta orang dalam 2 sampai 3 tahun ke depan. Pemerintah Indonesia dengan stimulus fiskal neto sebesar Rp. US$ 1,062 milyar mengatakan akan menciptakan lapangan kerja sebesar 3 juta orang juga, yang tidak dirinci selama berapa tahun. Mungkin dalam setahun?

Dikatakan cadangan devisa cukup banyak, tetapi menerbitkan obligasi dalam dollar dengan suku bunga antara 10 sampai 11% dalam denominasi dollar AS. Kalau kita menaruh uang kita dalam deposito rupiah di bank dalam negeri, maksimal hanya mendapat 9%.

Sekarang Gubernur BI mengatakan rupiah akan stabil, karena akan mendapat rembesan dollar AS dari uang yang dicetak secara besar-besaran oleh pemerintah AS. Lho, mereka selalu menganggap mencetak uang adalah kebijakannya orang yang tidak waras. Sekarang mengandalkan pencetakan uang oleh pemerintah AS untuk menstabilkan nilai rupiah. 

Di AS sendiri dan di Eropa kebijakan dan tindakan ini dinilai sangat kontroversial dan menyulut perdebatan yang sedang berlangsung.

Dalam waktu dua bulan, nilai rupiah merosot dari sekitar Rp. 9.000 menjadi Rp. 12.000 atau 33%. Di tahun 1969 1 dollar = Rp. 378. Thai Bath ketika itu 20 per US$. Sekarang Thai Bath 36 per US$, tapi rupiah sudah 12.000 per US$. 

Dalam kurun waktu yang sama, Thai Bath terdepresiasi sebesar 80%, tetapi rupiah terdepresasi sebanyak 3.075%.

Inilah secara singkat hasil dari kebijakan Tim Ekonomi yang kiprahnya selalu didasarkan atas Fundamentalisme Mekanisme Pasar, dan anti BUMN serta anti Campur Tangan Pemerintah yang mencukupi.

GURUNYA SUDAH KENCING BERDIRI, MURIDNYA MASIH TIDUR; TIDAK MAU MENCETAK UANG SEPERTI LARRY SUMMERS, TIM GEITHNER DAN BERNANKE?


 

Sebelumnya Robert Mugabe, Swiss dan Inggris sudah mencetak uang juga.

  • Robert Mugabe yang mencetak uang diikuti oleh Swiss, Inggris dan sekarang oleh Amerika Serikat. Indonesia tidak ikut-ikutan, tetapi senang dengan prospek akan mendapat rembesan dollar AS hasil cetakan ini supaya rupiah diperkuat nilainya. Negara bangsa apa sih Indonesia ini di mata para penguasa ekonomi kita?
  • Menjadi sangat menarik juga, apa sikap mereka sekarang, ketika di AS, Eropa dan negara-negara Barat yang sumber dan pusatnya kapitalisme partikelir dan mekanisme pasar ternyata tidak alergi dan tidak mengharamkan BUMN, tidak mengharamkan nasionalisasi dan juga tidak mengharamkan campur tangan pemerintah yang mendalam?
  • Newsweek tanggal 2 Maret 2009 memuat cover story yang berjudul "The Reeducation of Larry Summers". Oleh penulisnya, Michael Hirsh dan Evan Thomas, Larry Summers diminta untuk menjelaskan bagaimana dia telah berubah? Bagaimana dia mengedukasi dirinya sendiri sejak era bebas-bebasan di tahun sembilan puluhan, di mana Summers menjadi bagian dari pemerintahan dengan dunia keuangannya yang menjadi sangat liar, lepas kendali dan menjadi malapetaka seperti ini?
  • Summers ditanya bagaimana dia mengedukasi dirinya sendiri karena seperti kita ketahui, dengan apa yang dinamakan bail out plan yang mendekati US$ 900 milyar, Larry Summers (Ketua Economic Council Presiden) dan Timothy Geithner (Menteri Keuangan) tidak mempunyai hambatan sedikitpun untuk menjadikan perusahaan swasta menjadi BUMN 100%.
  • Larry Summers menjawabnya dengan mengutip Keynes yang pernah mengatakan : "Kalau situasi dan kondisi berubah, saya mengubah pendapat saya."
  • Pernyataan ini tentu dapat dibenarkan, walaupun sulit dipahami karena dia di masa lalu dalam kedudukan yang ikut membiarkan menjadi hancur leburnya dunia keuangan sekarang ini, karena selalu hakul yakin akan kemampuan mekanisme pasar dan kapitalisme partikelir. Sekarang terpaksa harus menasionalisasi banyak perusahaan swasta besar dan harus banyak melakukan regulasi, bahkan mencetak uang.


     

RELEVANSINYA LARRY SUMMERS BUAT INDONESIA

  • Mengapa Larry Summers relevan buat Indonesia? Karena dia sebagai Menteri Keuangannya Presiden Clinton demikian besar perannya memaksa Indonesia menuruti apa saja yang dikatakan oleh IMF. Saya sendiri yang harus berhadapan dengannya, karena ketika itu saya menjabat Menko EKUIN yang sangat menentang kebijakan tertentu dari IMF.
  • Larry Summers yang didampingi oleh Tim Geithner beserta 4 staf lainnya di tahun 2000 menegur saya sebagai Menko EKUIN, mengapa saya selalu saja tidak setuju dengan kebijakan IMF yang sangat mendasarkan diri pada mekanisme pasar. Mengapa saya menentang kebijakan IMF dalam hal obligasi rekapitalisasi perbankan dan cara menghitung CAR beserta penyelesaiannya?
  • Beliau dan staf mengetahui semua pikiran dan kebijakan saya secara mendetil yang tidak mungkin diketahui kalau tidak mengikuti rapat-rapat yang saya pimpin. Dan Larry Summers beserta staf tidak pernah hadir. Apa artinya? Ada agen mereka yang pejabat tinggi Indonesia mengikuti rapat-rapat koordinasi Menko EKUIN-nya.


     

PAUL KRUGMAN DAN IMF

  • Tentang IMF ini, dalam bukunya terbaru yang berjudul "The Return of Depression Economics and the Crisis of 2008" di halaman 115 Paul Krugman menulis tentang kebijakan IMF menangani krisis di Indonesia tahun 1997 sebagai berikut :
  • "Banyak orang berpendapat bahwa sebenarnya IMF dan Departemen Keuangan Amerika Serikat yang de facto mendiktekan kebijakan IMF yang menyebabkan krisis, atau paling tidak salah menanganinya (mishandled) yang membuat krisis semakin parah. (KKG : Menteri Keuangan AS ketika itu Larry Summers). Apakah mereka benar?
  • Marilah kita mulai dengan bagian yang termudah : dua hal yang IMF jelas melakukan kesalahan.
  • Pertama, ketika IMF diminta bantuannya oleh Thailand, Korea dan Indonesia, mereka segera mendiktekan kebijakan fiskal yang ketat, yaitu menaikkan pajak dan mengurangi pengeluaran pemerintah untuk menghindari defisit anggaran. Sangat sulit dimengerti mengapa IMF melakukan ini karena di Asia (berbeda dengan di Brasil setahun kemudian), tidak ada seorangpun kecuali IMF yang menganggap defisit anggaran sebagai masalah yang penting. Upaya untuk memenuhi target pengetatan anggaran tersebut mempunyai dampak negatif ganda untuk negara-negara yang bersangkutan; di mana arahan IMF ini dilaksanakan, dampaknta memperburuk resesi melalui pengurangan permintaan. Kalau tidak dilaksanakan, karena IMF gembar-gembor, mengakibatkan kepanikan bahwa perekonomian seolah-olah tidak terkendali. (KKG : Sekarang Larry Summers bersama-sama dengan Bernanke, Gubernur Bank Sentral AS menurunkan suku bunga sampai mendekati nol persen.
  • Kedua, IMF menghendaki reformasi "struktural", yaitu perubahan-perubahan dalam bidang-bidang yang tidak ada hubungannya dengan kebijakan fiskal dan moneter sebagai persyaratan untuk memperoleh pinjaman dari IMF. Beberapa dari reformasi ini seperti penutupan bank-bank sangat diragukan relevansinya dalam menanggulangi krisis keuangan. Kebijakan lainnya, seperti penghapusan pemberian monopoli kepada para kroni-kroninya sang Presiden tidak ada hubungannya sama sekali dengan mandat atau kewenangan IMF. Pemberian monopoli dalam perdagangan cengkeh memang hal yang buruk, contoh yang paling mencolok dari crony capitalism. Tetapi apa hubungannya ini dengan pelarian rupiah ke dalam dollar?"
  • Demikian Paul Krugman tentang IMF. Dengan krisis ini rasanya IMF dibubarkan saja, secara regional diciptakan lembaga keuangan seperti ini. Negara-negara ASEAN-Plus sudah punya.
  • Belum lama ini dalam konperensi tingkat tinggi Uni Eropa, IMF disuntik dana sebesar US$ 500 milyar oleh Uni Eropa, tetapi lebih dari US$ 450 milyar akan dipakai oleh Uni Eropa sendiri. Jadi IMF de facto sudah menjadi lembaga keuangan regional.
  • Maka kalau Mafia Berkeley masih ingin tetap berkuasa, harus mulai berbaik-baikan dengan China, Jepang dan Korea Selatan. Menirulah Larry Summers. Katakan kepada negara-negara ini : "Since circumstances change, we, Partai UI in Depok change also."

Tidak ada komentar:

Posting Komentar